Cinta ………………… Syahdu Kali tu

Bukan bahu berbintang
Bukan leher berdasi
Yang kudambakan pria yang punya hati

Bukan alis berbukit
Bukan bibir bergincu
Yang kudambakan gadis yang punya malu

Cinta karena dasi

Akan segera basi
Cinta karena gincu
Akan segera layu

Jabatan perlu
Tampan pun perlu
Bahkan emas permata
Tetapi cinta diatas segalanya

Berhias perlu
Cantik pun perlu
Untuk gairah cinta
Akhlak mulia hiasan yang utama

Takguna harta benda
Kalau jadi neraka
Tak guna wajah indah
Kalau jadi bencana

Itulah kata-kata yang tiba-tiba selalu kungiangkan dalam pikiranku ketika kami sedang memikirkan tentang seorang gadis ya…………………..ng (ehm ehm).
Kata-kata itupun kami pikirkan dan kami resapi.
Buat apa memikirkan gadis yang belum tentu kita kan menjadi suaminya nantinya. Kalau kita terarik karena FISIKnya, paling cuma 3-4 tahun fisiknya dapat bertahan sesuai dengan “kesukaan” kita, lalu aku terpikir berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli kosmetiknya. (karena saat ini kami belum berstatus sebagai pegawai / karyawan tetap). Jadi masih banyak pikiran, harapan yang ingin kami jadikan kenyataan. (semoga itu yang terbaik bagi kami, keluarga kami dan juga semuanya).
Kalau kita tertarik dengan gadis yang lebih kaya dari kita, kita harus berada dibawah tekanan sang istri , bisa juga tekanan bathin sendiri karena merasa hanya menumpang di rumah sang istri) ataupun keluarganya nantinya (kebanyakan seperti itu dan tidak seperti kisahnya si Fahri dengan A’isyah dalam film Ayat-Ayat Cinta).
Aku tidak memikirkan berapa kekayayaan yang aku punyai nanti. Aku juga tidak terlalu memikirkan seberapa tingginya jabatanku. Aku juga tidak terlalu mempermasalahkan kadar ketampanan yang telah Allah karuniakan kepadaku dimata wanita. Yang penting aku menjaga salah satu anugerah Allah ini.
Yang ada dalam benakku (dalam hal jodoh) adalah aku baik, maka jodohku pun akan baik pula. Aku ahli maksiat, maka jodohku pun ahli maksiat. Karena aku percaya jodohku itu merupakan tulang rusukku. Aku pernah bertanya kepada salah seorang dosenku beliau menjawab beberapa pertanyaan mengenai bagaimana mengetahui tingkah polah seorang wanita dalam masa kasmaran, pertemanan yang khusus (umumnya menyebut pacaran), dan bagaimana Etika dengan seorang wanita. Beliau memberikan jawaban “Anda kan seorang muslim, dan dalam Islam (saat ini beliau belum menjadi seorang muslimah) wanita adalah bagian tulang rusuk laki-laki. Kita tidak mengetahui siapa yang akan menjadi suami atau istri kita nantinya. Bisa jadi yang menjadi suami atau istri kita adalah orang yang dulunya sewaktu kecil kita “pipis bersama” (maaf bukan saru nie) sewaktu hujan-hujanan, ataupun mungkin juga orang yang belum kita ketahui keberadaanya sekarang sedang berada dimana, sama capa dan bagaiamana keadaannya. Kalau tentang bagaiamana cara mendapatkan hati seorang wanita, silahkan tanya kepada LAKI-LAKI karena saya adalah seorang perempuan, jadi saya hanya melihat wanita dari sudut pandang perempuan. Dan yang terakhir dari beliau adalah kalau berbicara kepada orang, bicaralah dengan menatap matanya (bukan berarti kita melototin lawan bicara kita ) . Dan menanggapi jawaban yang satu ini, aku mengatakan “ maaf Bu, untuk yang satu ini saya masih khawatir, takut untuk menatap mata / wajah dari lawan bicara kalau lawan bicara itu lelaki saya gak khawatir tetapi kalau lawan bicara adalah lawan jenis yang bukan mahram saya, itu lain lagi ceritanya. Aku takut dari pandangan itu bisa terngiang dalam pikiran dan menjadikan ketenanganku (berkonsentrasi menuntut ilmu dan memperkaya diri) pergi, buyar. Saya pernah bertanya via chat dengan seorang psikolog “ saya adalah seorang muslim, kalau berbicara kami tahu sebaiknya menatap wajahnya. Tetapi dengan lawan jenis yang bukan mahram kami harus menjaga pandangan kami. Dalam Ilmu Psikologi bagaimana tentang hal ini dan bagaimanakah kami harus bersikap?” sampai saat ini kami belum mendapat jawabannya.mungkin dari pembaca ada yang bersedia memberikan jawaban ataupun pendapatnya?. Silahkan kami nantikan dari pembaca yang budiman sekalian.
Orang yang punya, memelihara dan merawat malu, bukan berarti memalukan diri sendiri. Orang yang menjaga malu berarti orang tersebut merasa ada batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan atau sebaiknya tidak dilakukan. Karena dengan menjaga malu berarti menjaga kehormatan diri di pandangan Allah. Mungkin orang-orang seperti itu akan sedikit dijauhi oleh orang lainnya karena mungkin ada yang menganggap “sombong”, “ sok” atau yang lain lah (Wallahu a’lam).
Dan yang terakhir, Kalau aku tertarik kepada seorang wanita yang Sholihah, sudah baikkah aku?. Aku selalu memikirkan untuk kedepannya bagaimana dan saat ini bagaimanakah diriku?. Yang bisa kulakukan adalah berusaha tetap Sholih (bukan nama ataupun kata yang mudah tuk diucapkan ataupun hanya ditulis saja).

Tidak ada komentar: