Bercanda Ada Batasnya

Saudariku muslimah, berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya, maka bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rileks dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal ini tidak dilarang selama tidak berlebihan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Bercanda

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam beberapa hadits yang menceritakan seputar bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Aku belum pernah melihat Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan amandelnya, namun beliau hanya tersenyum.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)

Adapun contoh bercandanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengan salah satu dari kedua cucunya yaitu Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.” (Lihat Silsilah Ahadits Shahihah, no hadits 70)

Adab Bercanda Sesuai Syariat

Poin di atas cukup mewakili arti bercanda yang dibolehkan dalam syariat. Selain itu, hal penting yang harus kita perhatikan dalam bercanda adalah:

1. Meluruskan tujuan yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh semangat baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat.

2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering berlebihan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.

3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan canda orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.

4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Seperti dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim (pengadilan-ed), ketika memberikan persaksian dan lain sebagainya.

5. Hindari perkara yang dilarang Allah Azza Wa Jalla saat bercanda.

- Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud)

- Berdusta saat bercanda. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin dengan sebuah istana di bagian tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meski ia sedang bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seseorang yang memperbaiki akhlaknya.” (HR. Abu Dawud). Rasullullah pun telah memberi ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)

- Melecehkan sekelompok orang tertentu. Misalnya bercanda dengan melecehkan penduduk daerah tertentu, atau profesi tertentu, bahasa tertentu dan lain sebagainya, yang perbuatan ini sangat dilarang.

- Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan yang keji untuk membuat orang lain tertawa.

6. Hindari bercanda dengan aksi atau kata-kata yang buruk. Allah telah berfirman, yang artinya, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Isra’: 53)

7. Tidak banyak tertawa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah)

8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya.

9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umpamanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat Al-Qur’an dan syair-syiarnya, wal iyadzubillah! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.

Demikianlah mengenai batasan-batasan dalam bercanda yang diperbolehkan dalam syariat. Semoga setiap kata, perbuatan, tingkah laku dan akhlak kita mendapatkan ridlo dari Allah, pun dalam masalah bercanda. Kita senantiasa memohon taufik dari Allah agar termasuk ke dalam golongan orang-orang yang wajahnya tidak dipalingkan saat di kubur nanti karena mengikuti sunnah Nabi-Nya. Wallahul musta’an.

***

Diringkas dari: majalah As-Sunnah edisi 09/tahun XI/ 1428 H/2007 M.

Spesifikasi Centrino dan Klasifikasi Centrino Platforms

Pasar NoteBook di Indonesia semakin hangat semenjak semakin rendahnya harga notebook yang di lepas di pasaran hingga perbandingan harga antara desktop dengan notebook kian menipis. Sayangnya pasar notebook yang makin bergairah diiringi juga dengan kenakalan beberapa vendor dalam memasarkan produk mereka khususnya notebook yang menggunakan processor dari Intel, ada saja vendor yang

melabeli produk notebook mereka dengan platform Centrino terbaru (* bahkan dengan menempelkan logo Centrino terbaru *) tetapi masih menggunakan chipset untuk centrino lama atau bahkan dengan teknologi wireless lawas yang mestinya digunakan untuk platform centrino dua generasi sebelumnya, ada juga vendor yang melabeli produk mereka sebagai Centrino Platform padahal menggunakan processor Dual Core series bukan Core Duo series meski sepintas sama.

Diakui atau tidak pihak Intel sendiri juga ikut berperan dalam menambah kebingungan konsumen dengan penggunaan logo Centrino yang hampir sama serta penggunaan istilah “Centrino Duo” pada Platform Centrino yang berbeda, sehingga bagi konsumen awam seringkali membeli suatu produk hanya mengandalkan jargon “Centrino Duo” atau logo Centrino yang melekat pada notebook yang akan dibeli. Berikut saya coba menjabarkan spesifikasi Centrino Platform dan klasifikasi Centrino Platform.

Centrino Carmel & Centrino Sonoma Platforms

Platform Centrino Carmel pertama kali dirilis bulan Maret tahun 2003 dengan processor Intel Pentium M kode produksi Banias dengan FSB 400 Mhz menggunakan Socket 478 chipset Intel Mobile 855 serta wifi Intel Pro Wireless 2100. Pada awal 2004 Centrino Carmel diperbaharui dengan penggunaan processor Intel pentium M dengan kode produksi Dothan (* Dothan versi awal *) dengan tetap menggunakan FSB 400 Mhz serta memiliki varian chipset Intel Mobile 855 PM yang sudah dapat menggunakan graphic card eksternal juga mengganti wifi dengan Intel Pro Wireless 2200BG yang sudah mendukung IEEE 802.11g.

Centrino Carmel dan Centrino Sonoma PlatformsPlatform Centrino Sonoma dirilis pertama kali bulan Januari tahun 2005 dengan processor Intel Pentium M kode produksi Dothan (* generasi ke 2 *) dengan FSB 533 Mhz menggunakan Socket 479 chipset Intel Mobile 915 Express series dengan wifi Intel Pro Wireless 2915ABG. Sayangnya chipset Intel Mobile 915 series ini lebih boros dalam hal pemakaian daya sehingga platform Centrino Sonoma dianggap lebih cepat menghabiskan batere notebook dibanding platform Centrino Carmel.

Centrino Napa & Napa Refresh Platforms

Platform Centrino Napa dirilis pertama kali bulan Januari tahun 2006 dengan dukungan processor terbaru Intel berteknologi 65 nm yaitu Intel Core Solo (* T1000 / U1000 series *) dan Intel Core Duo (* T2000 / L2000 series *) dengan kode produksi Yonah dengan varian FSB 533 Mhz (* U1000 series, T2050, T2250, T2350, T2450 *) atau FSB 667 Mhz (* T1000 series, L2000 series, T2300E, T2300, T2400, T2400, T2500, T2600, T2700 *) menggunakan Socket M serta chipset Intel Mobile 945 Express series dan wifi Intel Pro Wireless 3945ABG. Centrino Napa Platform ( Core Solo )Centrino Napa Platform ( Core Duo ) & Centrino Napa Refresh Platform ( Core 2 Duo )Centrino Napa Refresh Platform ( Core 2 Solo )

Platform Centrino Napa Refresh dirilis bulan Juli tahun 2006 dengan dukungan processor Intel Core 2 Solo (* U2000 series *) dan Core 2 Duo (* T5000 series, U7000 series, T7200, T7400, T7600, L7200, L7400, U7000 series *) kode produksi Merom dengan FSB 667 Mhz (* khusus untuk U2000 series, U7000 series, T5200, T5300 masih menggunakan FSB 533 Mhz & T5470 menggunakan FSB 800 Mhz *) menggunakan soket yang sama dengan napa sebelumnya serta chipset dan wifi sama seperti Centrino Napa sebelumnya atau sudah menggunakan Intel Pro Wireless 3965AGN, hanya processor dengan kode produksi merom memiliki varian L2 cache 1 MB (* U2000 series *), 2 MB & 4MB (* T7200, T7400, T7600, L7200, L7400 *) sementara Yonah hanya memiliki L2 cache sebesar 2MB saja.

Centrino Santa Rosa Platforms

Platform Centrino Santa Rosa dirilis bulan Mei Tahun 2007 dengan dukungan processor Intel Core 2 Duo (* T7000 / L7000 / U7000 series *) kode produksi Merom (* generasi ke 2 *) dengan FSB 800 Mhz menggunakan Socket P serta dukungan chipset Intel Mobil 965 Express series, selain itu juga sudah mendukung teknologi Intel® Turbo Memory (* Intel Flash Memory yang memiliki kemampuan mempercepat aplikasi dibawah OS Windows Vista *) meskipun masih sifatnya optional. Platform ini memiliki dua varian L2 Cache 2MB (* T7100, T7250, U7000 series *) & 4 MB (* T7300, T7500, T7700, T7800, L7300, L7500 *). Untuk paltform santarosa Intel membagi produknya menjadi dua segman yaitu segmen Centrino Duo dan segmen Centrino Pro.Centrino Santa Rosa Platform 4 Centrino Pro ( Core 2 Duo )Centrino Santa Rosa Platform 4 Centrino Duo ( Core 2 Duo )

Perbedaan dari Santa Rosa Centrino Duo dengan Santa Rosa Centrino Pro terletak pada penggunaan perangkat wifi-nya dimana Santa Rosa Centrino Duo memiliki varian penggunaan Intel Pro Wireless 3945ABG dan Intel Pro Wireless 3965AGN (* memiliki kecepatan 5x lebih cepat dari sebelumnya dan 2x lebih luas jangkauanya *), sementara Santa Rosa Centrino Pro hanya menggunakan Intel Pro Wireless 3965AGN. Selain itu Centrino Pro juga sudah menggunakan Ethernet Controler terbaru Intel 82566MM yang mendukung koneksi LAN Gigabyte. Perbedaan lain adalah dukungan teknologi Intel® FSB Frequency Switching yang memungkinkan penurunan nilai FSB ketika load penggunaan rendah serta Intel® Active Management Technology yang memungkinkan meremote manajemen security untuk troubleshooting notebook.

Menurut Mbak Wiki pada bulan November tahun 2007 ini Intel kembali merilis platform terbaru dengan sokongan processor Core 2 Duo terbaru dengan kode Penryn yang sudah menggunakan teknologi 45 nm, pada generasi awal disebut sebagai platform Centrino Santa Rosa Refresh yang merupakan awal dari kehadiran Centrino Montevina.

Menjaga Kehormatan Wanita Muslimah

Wahai saudariku muslimah, wanita adalah kunci kebaikan suatu umat. Wanita bagaikan batu bata, ia adalah pembangun generasi manusia. Maka jika kaum wanita baik, maka baiklah suatu generasi. Namun sebaliknya, jika kaum wanita itu rusak, maka akan rusak pulalah generasi tersebut.

Maka, engkaulah wahai saudariku…

engkaulah pengemban amanah pembangun generasi umat ini. Jadilah engkau wanita muslimah yang sejati, wanita yang senantiasa menjaga kehormatannya. Yang menjunjung tinggi hak Rabb-nya. Yang setia menjalankan sunnah rasul-Nya.

Wanita Berbeda Dengan Laki-Laki

Allah berfirman,

وَمَاخَلَقْتُ الجِنَّ وَ الإِنْسَ إِلاَّلِيَعْبُدُوْنِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Qs. Adz-Dzaariyat: 56)

Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan memiliki kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Dalam beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa menggantikan yang lain.

Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah tertentu, memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri, tabiat, dan kondisi masing-masing.

Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik dalam bentuk penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.

Allah berfirman,

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى

“Dan laki-laki itu tidaklah sama dengan perempuan.” (Qs. Ali Imran: 36)

Karena perbedaan ini, maka Allah mengkhususkan beberapa hukum syar’i bagi kaum laki-laki dan perempuan sesuai dengan bentuk dasar, keahlian dan kemampuannya masing-masing. Allah memberikan hukum-hukum yang menjadi keistimewaan bagi kaum laki-laki, diantaranya bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, kenabian dan kerasulan hanya diberikan kepada kaum laki-laki dan bukan kepada perempuan, laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari bagian perempuan dalam hal warisan, dan lain-lain. Sebaliknya, Islam telah memuliakan wanita dengan memerintahkan wanita untuk tetap tinggal dalam rumahnya, serta merawat suami dan anak-anaknya.

Mujahid meriwayatkan bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Wahai Rasulullah, mengapa kaum laki-laki bisa pergi ke medan perang sedang kami tidak, dan kamipun hanya mendapatkan warisan setengah bagian laki-laki?” Maka turunlah ayat yang artinya, “Dan janganlah kamu iri terhadap apa yang dikaruniakan Allah…” (Qs. An-Nisaa’: 32)” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari, Imam Ahmad, Al-Hakim, dan lain sebagainya)

Saudariku, maka hendaklah kita mengimani apa yang Allah takdirkan, bahwa laki-laki dan perempuan berbeda. Yakinlah, di balik perbedaan ini ada hikmah yang sangat besar, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Mari Menjaga Kehormatan Dengan Berhijab

Berhijab merupakan kewajiban yang harus ditunaikan bagi setiap wanita muslimah. Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini sebagaimana tercantum dalam firman Allah Ta’ala:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ

“dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu. Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir, sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

“Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat:

“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31)

“Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.”

Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman sahabiah.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa hijab merupakan kewajiban atas diri seorang muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah Alloh yang satu ini.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36)

Mengenakan hijab syar’i mempunyai banyak keutamaan, diantaranya:

1. Menjaga kehormatan.
2. Membersihkan hati.
3. Melahirkan akhlaq yang mulia.
4. Tanda kesucian.
5. Menjaga rasa malu.
6. Mencegah dari keinginan dan hasrat syaithoniah.
7. Menjaga ghirah.
8. Dan lain-lain. Adapun untuk rincian tentang hijab dapat dilihat pada artikel-artikel sebelumnya.

Kembalilah ke Rumahmu

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu.” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Islam telah memuliakan kaum wanita dengan memerintahkan mereka untuk tetap tinggal dalam rumahnya. Ini merupakan ketentuan yang telah Allah syari’atkan. Oleh karena itu, Allah membebaskan kaum wanita dari beberapa kewajiban syari’at yang di lain sisi diwajibkan kepada kaum laki-laki, diantaranya:

1. Digugurkan baginya kewajiban menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah.
2. Kewajiban menunaikan ibadah haji bagi wanita disyaratkan dengan mahram yang menyertainya.
3. Wanita tidak berkewajiban berjihad.

Sedangkan keluarnya mereka dari rumah adalah rukhshah (keringanan) yang diberikan karena kebutuhan dan darurat. Maka, hendaklah wanita muslimah tidak sering-sering keluar rumah, apalagi dengan berhias atau memakai wangi-wangian sebagaimana halnya kebiasaan wanita-wanita jahiliyah.

Perintah untuk tetap berada di rumah merupakan hijab bagi kaum wanita dari menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram dan dari ihtilat. Apabila wanita menampakkan diri di hadapan laki-laki yang bukan mahram maka ia wajib mengenakan hijab yang menutupi seluruh tubuh dan perhiasannya. Dengan menjaga hal ini, maka akan terwujud berbagai tujuan syari’at, yaitu:

1. Terpeliharanya apa yang menjadi tuntunan fitrah dan kondisi manusia berupa pembagian yang adil diantara hamba-hamba-Nya yaitu kaum wanita memegang urusan rumah tangga sedangkan laki-laki menangani pekerjaan di luar rumah.
2. Terpeliharanya tujuan syari’at bahwa masyarakat islami adalah masyarakat yang tidak bercampur baur. Kaum wanita memiliki komunitas khusus yaitu di dalam rumah sedang kaum laki-laki memiliki komunitas tersendiri, yaitu di luar rumah.
3. Memfokuskan kaum wanita untuk melaksanakan kewajibannya dalam rumah tangga dan mendidik generasi mendatang.

Islam adalah agama fitrah, dimana kemaslahatan umum seiring dengan fitrah manusia dan kebahagiaannya. Jadi, Islam tidak memperbolehkan bagi kaum wanita untuk bekerja kecuali sesuai dengan fitrah, tabiat, dan sifat kewanitaannya. Sebab, seorang perempuan adalah seorang istri yang mengemban tugas mengandung, melahirkan, menyusui, mengurus rumah, merawat anak, mendidik generasi umat di madrasah mereka yang pertama, yaitu: ‘Rumah’.

Bahaya Tabarruj Model Jahiliyah

Bersolek merupakan fitrah bagi wanita pada umumnya. Jika bersolek di depan suami, orang tua atau teman-teman sesama wanita maka hal ini tidak mengapa. Namun, wanita sekarang umumnya bersolek dan menampakkan sebagian anggota tubuh serta perhiasan di tempat-tempat umum. Padahal di tempat-tempat umum banyak terdapat laki-laki non mahram yang akan memperhatikan mereka dan keindahan yang ditampakkannya. Seperti itulah yang disebut dengan tabarruj model jahiliyah.

Di zaman sekarang, tabarruj model ini merupakan hal yang sudah dianggap biasa, padahal Allah dan Rasul-Nya mengharamkan yang demikian.

Allah berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap berada di rumahmu, dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti model berhias dan bertingkah lakunya orang-orang jahiliyah dahulu (tabarruj model jahiliyah).” (Qs. Al-Ahzab: 33)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Ada dua golongan ahli neraka yang tidak pernah aku lihat sebelumnya; sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi yang dipakai untuk mencambuk manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka berjalan melenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak bisa mencium aromanya. Sesungguhnya aroma jannah tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Bentuk-bentuk tabarruj model jahiliyah diantaranya:

1. Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki non mahram.
2. Menampakkan perhiasannya,baik semua atau sebagian.
3. Berjalan dengan dibuat-buat.
4. Mendayu-dayu dalam berbicara terhadap laki-laki non mahram.
5. Menghentak-hentakkan kaki agar diketahui perhiasan yang tersembunyi.

Pernikahan, Mahkota Kaum Wanita

Menikah merupakan sunnah para Nabi dan Rasul serta jalan hidup orang-orang mukmin. Menikah merupakan perintah Allah kepada hamba-hamba-Nya:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nuur: 32)

Pernikahan merupakan sarana untuk menjaga kesucian dan kehormatan baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, menikah dapat menentramkan hati dan mencegah diri dari dosa (zina). Hendaknya menikah diniatkan karena mengikuti sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menjaga agama serta kehormatannya.

Tidak sepantasnya bagi wanita mukminah bercita-cita untuk hidup membujang. Membujang dapat menyebabkan hati senantiasa gelisah, terjerumus dalam banyak dosa, dan menyebabkan terjatuh dalam kehinaan.

Kemaslahatan-kemaslahatan pernikahan:

1. Menjaga keturunan dan kelangsungan hidup manusia.
2. Menjaga kehormatan dan kesucian diri.
3. Memberikan ketentraman bagi dua insan. Ada yang dilindungi dan melindungi. Serta memunculkan kasih sayang bagi keduanya.

Demikianlah beberapa perkara yang harus diperhatikan oleh setiap muslimah agar dirinya tidak terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan dan tidak menjerumuskan orang lain ke dalam dosa dan kemaksiatan. Allahu A’lam.
Penyusun: Ummu Uwais dan Ummu Aiman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.

Agar Perjalanan Kita Penuh Makna

Melakukan perjalanan mungkin sudah menjadi kebiasaan sebagian besar di antara kita. Mulai dari berjalan ke sekolah, kampus, pasar, sekedar berjalan kaki ke warnet bahkan hingga safar ke luar kota. Selama perjalanan tersebut tentunya membutuhkan waktu. Namun pernahkah terpikir oleh kita untuk memanfaatkan waktu selama perjalanan tersebut dengan amalan-amalan yang akan mendatangkan manfaat bagi kita? Semoga tulisan berikut ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi kita semua untuk memanfaatkan waktu perjalanan agar semakin bermakna.

Perbanyak Berzikir

Berzikir adalah ibadah yang sangat mudah. Bisa dilakukan kapan pun dan tanpa mengeluarkan banyak biaya. Namun Alloh menjanjikan ganjaran yang sangat besar bagi orang yang lisannya selalu basah dengan zikir. Apapun kendaraan yang kita gunakan, serta selama apapun kita melakukan perjalanan, berzikir dapat kita lakukan setiap saat. Ketika sedang memegang setang motor atau memegang kemudi roda empat. Ketika berjalan cepat di jalan tol atau kondisi kendaraan kita terjebak macet. Ketika hendak pergi ke kampus atau ketika mudik lebaran ke pulau seberang.

Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا . وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Alloh, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al Ahzab: 41, 42)

أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28)

Dari Abdulloh bin Basr rodhiallohu ‘anhu ia berkata, “Seorang laki-laki pernah berkata kepada Rosululloh, ‘Wahai Rosululloh, sesungguhnya syariat Islam itu banyak maka beri tahukan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan pegangan!’ Maka Rosul menjawab,

لا يزال لسانك رطبا من ذكر الله

“Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan berzikir pada Alloh.” (HR. Tirmidzi)

Adapun lafal zikir yang dapat kita baca saat perjalanan sangat banyak sekali. Kita dapat membaca tasbih (Subhanalloh), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allohu Akbar), tahlil (Laa ilaha illalloh) ataupun lafal-lafal lainnya yang telah dicontohkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam,

كلمتان خفيفتان على اللسان, ثقيلتان في المزان, حبيبتان الى الرحمان: سبحان الله و بحمده سبحان الله العظيم

“Dua buah kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan (mizan) dan dicintai oleh Ar Rohman: Subhanalloh wa bihamdih, Subhanallohil ‘azhiim.” (HR. Bukhori Muslim)

Demikian pula, kita dapat mengucapkan lafal-lafal lainnya seperti ucapan istigfar (Astaghfirulloh) sebagaimana Rosululloh menyebutkan bahwa beliau beristigfar lebih dari 70 kali setiap harinya. Seorang salaf pernah berkata, “Perbanyaklah istigfar di rumah kalian, di depan hidangan kalian, di jalan, di pasar dan dalam majelis-majelis kalian dan di mana saja kalian berada! Karena kalian tidak tahu kapan turunnya ampunan!!”

Kita juga dapat membaca sholawat Nabi yang berasal dari dalil yang shohih sebagaimana sabda beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan bersholawatlah untukku karena sesungguhnya sholawat yang engkau ucapkan akan sampai kepadaku di mana saja engkau berada.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Mengulang Hafalan Al Quran

Terkadang waktu perjalanan yang kita lakukan bisa memakan waktu yang cukup lama. Terlebih lagi jika kita perjalanan yang kita lakukan cukup jauh. Hal lain yang bisa kita lakukan untuk mengisi waktu tersebut adalah dengan mengulang-ulang kembali hafalan Al Quran kita.

Sebagai contoh misalnya, perjalanan dari rumah ke sekolah, kampus atau kantor bisa memakan waktu setengah sampai satu jam. Apalagi jika terjebak kemacetan lalu lintas. Waktu setengah jam dapat kita gunakan untuk mengulang hafalan Al Quran setengah sampai satu juz.

Sebenarnya bukan hanya hafalan Al Quran saja yang bisa kita ulang-ulang saat perjalanan. Bagi Anda yang telah menghafal beberapa hadits Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam bisa juga mengulangnya selama perjalanan. Mengulang hafalan hadits Arba’in misalnya.

Mengulang hafalan ini sangat bermanfaat bagi kita. Membaca Al Quran merupakan sebuah amal ibadah dan para salafushalih terdahulu amat semangat dalam membaca Al Quran, menghafalnya, memahaminya dan mengamalkannya. Maka sudah sepantasnya kita sebagai orang yang menisbatkan diri pada manhaj salaf juga turut menghafal Al Quran dengan bersemangat. Namun sangat disayangkan sekali banyak di antara kita yang belum melakukannya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan (Kitabul ‘Ilmi hal 43, 44), “Maka sesungguhnya merupakan kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk bersemangat dalam membaca, menghafal dan memahami Al Quran karena Al Quran adalah tali Alloh yang sangat kokoh dan fondasi seluruh ilmu pengetahuan. Dahulu para salaf sangat bersemangat dengan Al Quran. Di antara mereka ada yang memiliki kemampuan yang sangat mengagumkan tentang Al Quran. Di antara mereka ada yang telah hafal Al Quran sebelum berumur 7 tahun. Di antara mereka ada yang menghafal Al Quran hanya dalam waktu kurang dari 1 bulan. Hal ini membuktikan semangat mereka atas Al Quran. Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk bersemangat dalam menghafal Al Quran melalui siapa saja, karena Al Quran diambil secara talaqqi (berguru).”

Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya sebuah hal yang sangat disayangkan, sering kita jumpai sebagian penuntut ilmu tidak memiliki hafalan Al Quran bahkan sebagian mereka tidak dapat membaca Al Quran dengan baik. Ini merupakan sebuah cacat yang besar dalam metode menuntut ilmu. Oleh karena itu, Aku tekankan kembali bahwasanya wajib bagi para penuntut ilmu untuk bersemangat dalam menghafal Al Quran, beramal dengan Al Quran, berdakwah kepadanya dan memahaminya dengan pemahaman salafushalih.”

Demikianlah perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin, seorang ulama besar di zaman ini tentang wajibnya seorang penuntut ilmu untuk bersemangat dalam menghafalkan Al Quran. Namun sangat disayangkan, sebagian aktivis dakwah di zaman ini lebih sibuk untuk menghafalkan nasyid-nasyid dan mendendangkannya di setiap tempat. Wallohul musta’an.

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al Qomar: 22)

Awas Jangan Melanggar Rambu Lalu Lintas!!!

Seorang pengendara tentunya mengetahui bahwa ia haruslah menaati rambu-rambu lalu lintas. Maka pengendara yang baik adalah pengendara yang menaati rambu-rambu lalu lintas yang telah ditetapkan untuk kemaslahatan bersama. Sehingga sudah seharusnya bagi seorang mukmin untuk menaati kesepakatan ini. Sebagai buktinya bahwa setiap pengendara mesti sudah menyepakati peraturan lalu lintas adalah surat izin mengemudi (SIM) yang telah dia dapatkan. Karena menaati peraturan rambu lalu lintas adalah perintah waliyul amr yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan wajib bagi kaum muslimin untuk menaati perintah waliyul amr selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Alloh ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa: 59)

Sebagaimana pula sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam,

المسلمون على شروطهم إلا شرطا حرم حلالا, او أحل حراما

“Seorang muslim wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi, Ad Daruquthni, Baihaqi dan Ibnu Majah)

Namun sangat disayangkan sekali, banyak di antara kita yang lalai dari menunaikan kewajiban ini. Sering kali kita melihat (atau mungkin kita sebagai pelakunya) orang yang melanggar peraturan lalu lintas yang telah disepakati bersama. Sering kita menyerobot jalur yang semestinya digunakan oleh orang lain. Jalur yang seharusnya digunakan untuk kendaraan yang berbelok ke arah kiri menjadi tertutup, padahal seharusnya kendaraan tersebut dapat langsung berbelok. Maka hal ini merupakan salah satu bentuk kezholiman dan Alloh ta’ala telah melarang hamba-Nya untuk berbuat zholim, Alloh berfirman dalam sebuah hadits qudsi,

يا عبادي إني حرّمت الظلم على نفسي وجعلته محرّما بينكم فلا تظالموا

“Wahai hamba-Ku sesungguhnya Aku mengharamkan kezholiman atas diriku dan Aku jadikan hal tersebut haram di antara kalian maka janganlah kalian saling berbuat zholim.” (HR. Muslim)

Demikian juga kita dapati banyak sekali para pengendara yang menerobos lampu lalu lintas ketika sinyal berwarna merah yang menandakan harus berhenti. Jika orang tersebut berkilah bahwa dia terburu-buru, maka kita katakan bahwa tidak mustahil orang lain pun memiliki kepentingan yang lebih mendesak dibandingkan kita. Sering kali terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut malah menimbulkan mudhorot yang lebih besar seperti kecelakaan lalu lintas bahkan tidak jarang menelan korban jiwa.

Oleh sebab itu, hendaknya sebagai seorang pengendara yang baik, kita menaati peraturan lalu lintas yang telah disepakati bersama.

المسلمون على شروطهم إلا شرطا حرم حلالا, او أحل حراما

“Seorang muslim wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Muslim)

Awas, Pandangan Liar !!!

Selama perjalanan, banyak hal-hal yang kita lihat. Terlebih lagi jika perjalanan kita banyak melewati tempat-tempat keramaian seperti pasar dan semacamnya. Maka pada tempat-tempat seperti itu, panah-panah syaitan mengintai bani Adam. Syaitan siap melepaskan panah-panahnya namun sasarannya adalah mata bani Adam. Panah-panah syaitan ini berupa pandangan mata kita kepada sesuatu yang haram untuk dilihat baik berupa aurat maupun hal lainnya. Maka orang yang sedang melakukan perjalanan hendaknya mampu untuk menjaga pandangannya.

Sangat banyak ayat dan hadits yang telah menjelaskan tentang wajibnya menjaga pandangan. Di antaranya firman Alloh ta’ala,

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” (QS. An Nuur: 30)

Syaikh Salim bin Ied Al Hilaly hafizhohulloh berkata (Bahjatun Nadhirin 3/142,143), “Ini adalah perintah Alloh kepada hamba-hambanya yang beriman agar mereka menjaga pandangan dari hal yang haram. Maka janganlah mereka melihat kecuali hal-hal yang diperbolehkan untuk dilihat. Hendaklah mereka memejamkan mata mereka dari hal-hal yang diharamkan. Jika pada suatu saat pandangan mereka tertuju pada hal yang haram tanpa sengaja, maka palingkan pandangannya sesegera mungkin sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits.

Beliau melanjutkan, “Diharamkannya An Nadhor (memandang pada hal yang haram -pent) karena hal ini menyebabkan rusaknya hati dan menggiring kepada perbuatan buruk dengan berangan-angan tentang hal tersebut dan berjalan padanya. Oleh karena itu Alloh memerintahkan untuk menjaga kemaluan sebagaimana Ia memerintahkan untuk menjaga pandangan yang merupakan sarana untuk menjaga kemaluan. Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa barang siapa yang menjaga kemaluannya, maka Alloh akan menganugerahkan cahaya pada mata hatinya. Oleh karena itu Alloh mengatakan, “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka.” Banyak di antara para salaf yang melarang seorang laki-laki untuk memandang amrod (anak kecil yang tampan dan belum tumbuh janggutnya -pent). Bahkan sebagian ulama mengharamkannya karena fitnah yang sangat besar.”

Demikianlah, jangan sampai perjalanan kita justru akan membawa mudhorot kepada kita dengan hilangnya cahaya dari Alloh pada hati kita karena pandangan liar yang kita lemparkan.

Seorang yang sholih pernah berkata, “Barang siapa yang menghidupkan perkara lahirnya dengan mengikuti sunnah, dan batinnya senantiasa mendekatkan diri pada Alloh, menjaga pandangannya dari hal yang haram, menjaga jiwanya dari syubhat dan makan makanan yang halal maka firasatnya tidak akan keliru.” Maka balasan yang diberikan akan setimpal dengan amal perbuatan yang dilakukan. Barang siapa menjaga pandangannya dari hal yang haram, maka Alloh akan memberikan cahaya pada hatinya. (Tazkiyatun Nufus, DR. Ahmad Farid, hal 39).

Selain ayat di atas yang menegaskan tentang wajibnya kita menjaga pandangan, ada banyak sekali hadits-hadits dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Salah satunya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Hurairoh bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Telah ditetapkan nasib keturunan Adam tentang zina yang tidak bisa tidak, mesti dia lakukan: Zina kedua mata dengan melihat, zina kedua telinga dengan mendengar, zinanya lisan dengan berbicara, zina kedua tangan dengan memukul, zinanya kaki dengan berjalan, dan hati dengan bernafsu dan berangan-angan. Maka kemaluanlah yang membenarkan hal tersebut atau mendustakannya.” (HR. Bukhori Muslim)

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilal hafizhohulloh mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat Nasihat Nabawi untuk meninggalkan zina dan hal-hal yang menjadi muqoddimah (pendahuluan) zina. Sebagaimana firman Alloh ta’ala,

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra: 32) [Bahjatun Nazhirin 3/144].

Demikianlah, hendaknya pada saat perjalanan, kita bisa menjaga pandangan kita karena pada saat inilah banyak orang-orang asing yang kita lihat. Namun hal ini bukan berarti bahwa kita harus menutup mata selama perjalanan sehingga bahkan rambu lalu lintas pun tidak kita lihat, bisa kacau urusannya. Namun hendaklah kita melihat apa yang diperbolehkan kita melihatnya seperti jalan, pemandangan alam dan lain sebagainya. Kemudian kita menjaga pandangan kita dari hal-hal yang diharamkan untuk kita lihat baik berupa gambar-gambar maupun aurat manusia.

Penutup

Demikianlah, sedikit tips yang dapat kami berikan untuk mengisi waktu perjalanan kita. Penyebutan yang kami sebutkan di sini hanyalah sekedar contoh bukan pembatasan. Masih banyak kegiatan lain yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita untuk mengisi waktu perjalanan. Bisa dengan membaca buku yang bermanfaat seperti kisah para sahabat maupun para ulama. Kita juga bisa mendengarkan yang bermanfaat seperti mendengarkan bacaan Al Quran dan lain sebagainya. Atau mungkin juga kita bisa mendoakan orang-orang yang kita cintai seperti orang tua, teman, keluarga dan lain-lain, karena salah satu penyebab terkabulnya doa adalah ketika kita dalam kondisi safar. Semoga yang sedikit ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua. Amiin ya mujibbas saailiin.

Maraji’:

1. Terjemah Hisnul Muslim.
2. Tazkiyatun Nufus, DR. Ahmad Farid, Darul Qolam Beirut.
3. Bahjatun Nazhirin Syarhu Riyadhis Shalihiin, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilal, Daar ibnul Jauzi, Kerajaan Saudi Arabia.
4. Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Daar Ats Tsuraya.

***

Penulis: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ustadz Afifi Abdul Wadud
Artikel www.muslim.or.id

Sebab yang Melapangkan Dada

Sebab yang paling agung yang melapangkan dada adalah TAUHID. Sifat lapang dada seseorang sangat bergantung sejauh mana kesempurnaan, kekuatan, dan pertambahan tauhid dalam dirinya. ingin tau lanjutannya?
Allahu ta’ala berfirman:


“Maka apakah orang orang yang dilapangkan Allah hatinya untuk (menerima)agama islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya” (Az Zumar 22)

Hidayah dan Tauhid merupakan sebab terbesar yang melapangkan dada. Syirik dan kesesatan adalah sebab paling utama yang menyesakkan dan menyempitkan dada.

Diantara sebab yang melapangkan dada adalah cahaya yang dicampakan Allah dalam hati seorang hamba yaitu cahaya keimanan.Sesungguhnya ia melapangkan dada dan meluaskan serta menggembirakan hati. Jika cahaya ini hilang dari hati seorang hamba maka hatinya menjadi sempit dan sesak, Jadilah ia berada pada penjara sangat sempit dan sulit.

Perkara lain yang melapangkan dada adalah ilmu. Sesungguhnya ilmu dapat melapangkan dada dan meluaskannya hingga lebih luas daripada dunia. Sedang kebodohan mengakibatkan kesempitan, keterbatasan, dan kungkungan. Setiap kali ilmu seseorang bertambah maka dadanya semakin lapang dan luas. Namun hal ini tidak berlaku bagi semua ilmu.Akan tetapi hanya ilmu yang diwarisi dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang orang yang memilikinya adalah manusia paling lapang dada, sangat terbuka hati, lebih bagus akhlaq dan terbaik dalam kehidupan.

Faktor lain yang melapangkan dada adalah kembali kepada Allah ta’ala mencintaiNya dengan sepenuh hati, menghadapNya, merasa nikmat dengan beribadah kepadaNya. Tidak ada sesuatu yang lebih melapangkan dada seseorang daripada hal itu. Hingga terkadang seorang berkata “Jika aku berada disurga dalam kondisi seperti ini maka sungguh aku berada dalam kehidupan yang baik” Kecintaan memiliki pengaruh sangat ajaib dalam melapangkan dada, menyucikan jiwa dan menenangkan hati. Takkan mengetahuinya kecuali mereka yang pernah merasakannya. Setiap kali kecintaan menguat dan keras maka dada semakin terbuka dan lapang. Dada yang demikian tidak menjadi sempit kecuali bila melihat mereka yang lalai dan jauh dari hal tersebut. Melihat mereka menyakitkan mata baginya dan berinteraksi dengan mereka adalah demam bagi ruhnya.

Diantara perkara yang menyempitkan dada adalah berpaling dari Allah ta’ala mengaitkan hati dengan selainNya, lalai berdzikir padaNya, dan mencintai selainNya. Sebab siapa yang mencintai sesuatau selain Allah ta’ala niscaya akan disiksa dengan hal itu. Hatinya dipenjara dalam mencintai perkara tersebut. Tidak ada dipermukaan bumi ini yang lebih sengsara, lebih keras perasaan, lebih menderita dalam kehidupan, dan lebih lelah hati darinya.

Daiantar sebab yang melapangkan dada adalah senantiasa berdzikir dalam segal keadaan dan tempat. Dzikir memiliki pengaruh ajaib dalam melapangkan dada dan kenikmatan hati. Sementara kelalaian memiliki pengaruh ajaib pula dalam menyempitkan hait, mengungkung, dan menyiksanya.

Diantaranya pula adalah berbuat baik kepada manusia, memberi manfaat bagi mereka dengan sagala yang mungkin dilakukannya, baik berupa harta, kedudukan , manfaat fisik, dan segala jenid kebaikan. Orang dermawan dan senang berbuat bauk adalah manusia lapang dadanya, paling suci jiwanya dan paling nikmat hatinya. Sedangkan orang yang kikir yang tidak ada padanya kebaikan adalah manusia paling sempit dadanya, paling sengsara kehidupannya, dan paling besar kegundahan serta kegelisahannya.

Diantara sebab yang melapangkan dada adalah keberanian, Sesungguhnya keberanian memliki dada alapang jiwa besar dan hati luas. Adapaun pengecut adalah manusia paling sempit dadanya serta paling terbelunggu hatinya. Tidak ada kesenangan serta kegembiraan baginya dan tidak adapula kelezatan.

Termasuk perkara yang mealapangkan dada adalah mengeluarkan kotoran hati berupa sifat sifat tercela yang m,enyebabkan kesempitan hati dan siksaannya. Menghalangi antra hati dengan kesembuhannya. Sesungguhnya seseorang bila melakukan sebab sebab yang melapangkan dadanya dan tidak mengeluarkan sifat sifat tercela itu dari hatinya, maka ia idak mendapatkan faidah memuaskan dari dadanya yang lapang, bahkan ia hanya akan memiliki dua perkara yang saling kontradiksi dalam hatinya, dan perkara paling dominan itulah yang menguasainya

Sebab sebab lain yang juga melapangkan dada adalah meninggalkan kelebihan melihat, berbicara, mendengar, bergaul, makan, dan tidur. Sebab kelebihan dalam hal hal tersebut akan melahirkan rasa sakit, risau dan gelisah dalam hati, ia akan membatasi hati, mengungkungnya dan menyiksanya.

Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam adalah manusia paling sempurna dalam segala sifat yang melahirkan lapang dada, keluasan hati, kesejukan mata dan kehidupan ruh. Beliau adalah manusia paling sempurna dalam sifat lapang dada dan kehidupan ini serta kesejukan mata.

Lalu manusia yang sempurna dalam mengikuti beliau shalallahu ‘alaihi wassalam, maka dialah orang yang peling sempurna merasakan lapang dada, kelezatan dan keejukan mata.

Sejauh mana seorang hamba mengikuti Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam maka sejauh itu pula yang didapatkannya dari rasa lapang, kesejukan mata, dan kelezatan ruhnya.

Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam berada diatas puncak kesempurnaan sifat lapang dada , ketinggian nama, dan pelepasan beban dosa. Adapun bagian umatnya dari hal hal itu sesuai dengan sikap mereka dalam mengikuti beliau shalallahu ‘alaihi wassalam - wallahu musta’an-

Demikian pula bagian para pengikut beliau shalallahu ‘alaihi wassalam dari pemeliharaan Allah ta’ala dari perlindunganNya, pengukuhanNya dan pergolonganNya untuk mereka, semuanya sesuai sikap mereka dalam mengikuti Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam Ada yang mengambil bagian yang sedikit dan ada pula yang mengambil bagian yang banyak. Barang siapa mendapatkan kebaikan, hendaklah memuji Allah ta’ala. Dan barangsiapa mendapatkan selain itu, janganlah mencela selain dirinya sendiri.

Oleh : Dadan Rusmawan
(disadur dengan perubahan dari Zadul Ma’ad jilid 2, karya Ibnu Qoyim Al Jauziyah dengan tahqiq Syeikh Abdul Qadir Al Arna’uth dan Syaikh Syu’aib Al Arna’uth, penerbit Griya Ilmu, cetakan pertama Februari 2007)

Jadilah Seperti Ibu Thomas Alva Edison

“Eh, kamu bisa dibilangin gak. Jangan mainin itu, kan jadi kotor nih “. Demikian bentak


mama saat Lia ingin bermain cat warna. Lain lagi dengan kakaknya, Mala. Ia kerap bertengkar dengan mamanya ketika disudutkan lantaran gak bisa mendapat nilai di atas 80 setiap ulangan di sekolah. “Mama aja gih yang sekolah”, bantah Mala dengan keras dan luapan kekesalan.
Peristiwa seperti ini, acapkali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa yang secara tidak langsung dapat menghalangi kereativitas seorang anak. Padahal, permainan yang akan dilakukannya kemungkinan akan dapat menumbuhkan bakatnya. Karena bakat lahir dari kreativitas. Sedangkan kreativitas sendiri adalah penentu keunggulan seseorang dalam arena kompetisi.
Kreativitas seorang anak yang masih berumur 3-7 tahun merupakan hal penting untuk diperhatikan. Karena pada usia-usia seperti ini, anak-anak sedang asyiknya belajar mengembangkan diri, menemukan bakat dan melatih daya kreasinya melalui permainan bebas. Jika si anak bermain pasir, cat, tanah liat dan lain-lain, biarkan saja. Saat inilah, sebenarnya, seorang anak sedang berfikir kreatif dan cepat. Karena permainan yang dilakukannya dapat membangkitkan kecepatan dan kemampuan berfikir.
Bahkan, sewajarnya orang tua ikut andil bermain dengan anaknya. Yaitu, dengan aktif membantunya. Namun keikutsertaan orang tua dalam bermain, jangan sampai menggangu dan menghambat keinginan si anak dalam mewujudkan dan melakukan apa yang diinginkannya. Karena hal ini, secara tidak langsung, memberikan efek positif bahwa kita menghargai dirinya dan apa yang dikerjakannya, sehingga ia merasa “aku sudah besar”.
Jadilah Seperti Ibu Thomas Alva Edison
Saat menemani anak bermain, mungkin kita akan menemukan hal-hal yang membuat kesal, bingung dan bahkan menimbulkan kemarahan. Misalnya, si anak ingin melukis ikan tapi cara yang dilakukannya salah. Dan saat kita ingin membantu untuk menggambarkannya, lantas ia melarang kita untuk ikut terlalu aktif. Sebagai orang tua yang ingin anaknya kreatif, seharusnya kita membantunya sekedar yang diinginkan si anak. Biarkan dia asyik dengan penemuannya bagaimana melukis ikan. Apapun hasilnya kita berusaha untuk menerimanya.
Di sinilah kita akan melihat dan mengetahui jiwa dan kemampuan si anak. Mungkin kita akan menemukan bahwa anak kita, sangat boleh jadi, tidak sehebat kita, atau bahkan tidak seperti anak-anak tetangga yang memiliki daya kreasi tinggi dalam bermain. Atau juga anak kita biasa mendapatkan nilai enam saat mengikuti ulangan, sedangkan kita dulu saat sekolah selalu mendapatkan nilai di atas delapan.
Jika kita katakan, “Alhamdulillah nak, gambarmu mulai bagus. Gak sia-sia kamu melukisnya”. Anak akan merasa didukung. Ia merasa diterima oleh orang tuanya, merasa dihargai prosesnya. Sehingga dari situ, ia akan berusaha meningkatkan kemampuannya dan kian bersemangat lagi untuk bisa mendapatkan penilaian yang paling bagus.
Namun sebaliknya, kalau kita katakan, “Masa nilaimu enam. Kamu tau gak, kalau papa susa-susah mencari uang, sedangkan kamu hanya bisa mendapatkan nilai enam. Mama ingin nilaimu seperti temanmu, delapan!”. Dengan kata-kata ini, anak merasa diremehkan dan dihina. Seolah-olah dicap bahwa dirinya tidak mampu dan banyak bermain di sekolah. Padahal nilai enam yang didapatnya adalah hasil belajar keras dan kesungguhannya. Ketika usahanya yang sungguh-sungguh tidak diterima dan dihargai, bisa jadi kreativitas dan inovasinya bisa mati. Bahkan, bisa jadi saat ujian ulangan selanjutnya nilai yang didapatnya makin menurun, lima misalnya.
Karena itu, terimalah apapun yang dihasilkan anak dengan lapang dada. Cobalah belajar dari kisah ibunya Thomas Alva Edison saat mendidiknya. Cerita tersebut dituliskan Fauzil Adhim dalam bukunya, “Bersikap terhadap Anak, Pengaruh Perilaku Orang Tua terhadap Kenakalan Anak”. (Cerita tersebut dikutip Fauzil Adhim dari “How to Help Your Child Succeed” karya Anant Pai)
Berikut ini ceritanya: “Ketika di sekolah kerapkali guru Thomas Alva Edison menganggap otaknya bebal sehingga tidak layak lagi meneruskan sekolah. Kemampuan otaknya tidak memungkinkan untuk mengikuti pelajaran di sekolah, dan karena itu ia sangat layak dipecat. Semua guru menolak Thomas Alva Edison di sekolah mereka, kecuali ibunya. Dengan penerimaan tulus ibunya, Thomas serasa mendapatkan kekayaan yang sangat berharga. Dan penerimaan itu pula yang melahirkan dorongan Thomas untuk menemukan kehebatannya. Ibu Thomas kerap mendorong dan memotivasi anaknya dengan tidak mengatakan,”Saya tahu, Thomas. Kemampuanmu memang buruk hari ini, tetapi suatu saat nanti kamu akan menjadi orang yang hebat.” Tidak. Dia percaya bahwa anaknya baik dan memiliki kompentensi luar biasa. Hanya saja dunia belum menemukannya.”
Dengan penerimaan dan kepercayaan serta doa ibunya, akhirnya Thomas Alva Edison menjadi orang yang dikenal dunia. Penerimaan dan kepercayaan ibunya yang melahirkan rasa percaya dirinya yang sangat besar, semangat yang luar biasa dan penerimaan diri yang bagus. Dari penerimaan yang tulus tersebut, membuat berkembangnya harga diri yang baik. Bahkan, mampu memiliki citra diri yang baik serta kemampuan mengendalikan emosi yang mantap.
Sejatinya, Kisah sikap Ibu Thomas Alva Edison dalam mendidiknya telah lebih dahulu diajarkan Rasulullah kepada umatnya. Rasulullah Saw. bersabda,”Sesungguhnya Allah merahmati orang tua yang membantu anaknya berbakti kepadanya”. Ketika itu, orang-orang di sekeliling Rasulullah bertanya, bagaimana cara orang tua membantu anak, ya Rasulllah? Nabi Muhammad Saw menjawab, “Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya dan tidak pula memakinya.”
Melalui sabda Rasulullah ini, para orang tua seharusnya dapat menerima apa adanya, yang terjadi pada anaknya. Karena amanah yang diberikan Allah selain untuk dijaga, juga untuk dididik menjadi anak yang soleh, kreatif dan mampu serta memiliki daya kreasi. Bukankah Rasulullah pernah bersabda, “man syabba ‘ala syai in syabaa ‘alaihi, barang siapa menempuh masa muda dalam satu keadaan, maka dia menempuh masa tuanya dalam keadaan itu juga.”
‘Ala kullihal, memahami, menerima dan memberi kepercayaan pada anak saat bermain serta tetap terus membimbingnya tanpa memaksakan kehendak orang tua, insya Allah akan menjadikan anak yang diamanahkan Allah sebagai generasi penerus yang kreatif dan siap bertarung untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
Cirendeu, 26 Mei 2008

Oleh : Rahmat Hidayat Nasution, Lc
Alumnus Universitas al-Azhar Kairo, Mesir (2007) dan peserta kursus TOEFL di JIMS Poundation, Ciputat, Jakarta

Hidup Bijak Bersama Istri

Suamiku sering menyebut-nyebut kelebihan wanita lain di depanku . Seolahh-olah dia menyesal menikah denganku.., ” ujar seorang ummahat. Tampak kesedihan terpancar dari wajahnya. Dan, kedua matanya pun berkaca-kaca.

Memang, ada kalanya seorang suami tidak puas dengan

keadaan

istrinya. Ia selalu mengingat kekurangan istrinya & membandingkannya dengan wanita lain

Boleh jadi kekurangan istri dirasa cukup berat bagi suami, akan tetapi dalam waktu yang sama, sang istri sesungguhnya juga memiliki banyak kelebihan atau keistimewaan, serta sekian banyak sifat yang terpuji. Ini semua menuntut sang suami untuk perlahan-lahan dan berhati-hati di dalam mengambil sikap. Jangan sampai ia menilai dan meghukum istrinya hanya melalui aib-aibnya saja, akan tetapi ia harus melihat kebaikan dan keburukannya, serta kelebihan dan kekurangannya secara bersamaan. Janganlah ia memberikan keputusan berdasarkan satu sudut pandang saja. Janganlah i a membenci istri karena satu perilaku yang menjadi bagian dari tabiatnya

Allah berfirman:
“ … Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (makabersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahalAllah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An Nisa’:19)

Oleh karena itu, janganlah seorang suami membenci istrinya karena perilaku tertentu. Sekali-kali jangan! Nabi bersabda, “Janganlah seorang mukmin itu membenci seorang mukminah. Jika ia benci kepada satu perilaku, maka ia akan puas dengan perilaku yang lainnya.” (Riwayat Muslim)

Hendaklah sang suami itu sadar, bahwa ia tidak akan mendapatkan seorang istri yang bebas dari kekurangan. Boleh jadi istrinya itu, dengan segala kekurangan yang ada, tetap lebih baik daripada sekian wanita lainnya, hanya saja ia tidak melihat kekurangan atau aib wanita lainnya itu.

Jika engkau ingin mengenal hal itu, peganglah kertas dan pena, dan tulislah kelebihan-kelebihan istrimu dan kekurangan-kekurangannya, tentu engkau akan melihat bahwa kelebihannya jauh lebih banyak daripada kekurangannya. Ketahuilah, bahwa dalam kehidupan rumah tangga ini tidak memungkinkan bagimu untuk mendapatkan seorang istri yang seratus persen sesuai dengan kriteria yang engkau inginkan. Sudah tentu terdapat perbedaan karakter, dan sudah tentu pula bahwa engkau akan melihat sesuatu yang mengagumkanmu dan sesuatu yang tidak menyenangkanmu.Ketahuilah hai para suami, istrimu tidak dan tidak akan seratus persen sebagaimana yang engkau inginkan. Sebab, ia menerima pendidikan yang berbeda dengan pendidikan yang engkau dapatkan, serta memiliki tabiat yang berbeda dengan tabiat yang ada pada dirimu.

Terkadang ia memang mirip denganmu dalam beberapa hal, namun berbe da dalam hal lainnya. Oleh karena itu, terimalah kenyataan ini. Janganlah engkau melawan kehidupan dan hendak mengalahkan tabiat yang sudah mengakar, karena tidak mudah mengubahnya. Sekalipun hal itu mungkin, akan tetapi jelas memerlukan waktu yang cukup panjang, kesabaran yang mendalam, latihan secara terus-menerus, nafas yang panjang dan jiwa yang tabah.

Selain kurang bersabar terhadap kekurangannya, kadang para suami suka melecehkan akal para istrinya dan cara dia dalam berpikir. Suami yang melakukan hal seperti ini sebenarnya hanya menyebarkan keletihan dan tidak mencari kebahagiaan rumah tangga. Demikian juga, ia adalah seorang suami yang tidak pantas mendapatkan penghormatan dari istrinya, karena yang namanya penghormatan itu adalah sesuatu yang bersifat timbal balik. Sepanjang engkau tidak menghormati orang lain, maka orang tersebut tidak akan menghormatimu, kecuali jika engkau mau hormat kepadanya.

Seorang istri yang merasakan bahwa suaminya melakukan hal seperti ini, yaitu pelecehan terhadap akalnya dan caranya dalam berpikir, maka istri tersebut tidak akan memberikan cintanya kepada suaminya. Ada persoalan yang dipahami secara keliru oleh kaum lakihlaki. Yaitu bahwa mereka menganggap akal wanita itu lemah dan kurang cerdas, serta cara berpikirnya bengkok, kurang lurus. Dan bahwa ia tidak mungkin memiliki pendapat yang lurus. Pendapat dan anggapan seperti ini sama sekali tidak ada dasarnya, dan jelas tidak benar. Sumbernya adalah pemahaman yang keliru mengenai beberapa hadits yang berbicara mengenai masalah ini. Misalnya adalah hadits yang menyebutkan bahwa mereka adalah “Orang-orang yang kurang akal dan agamanya.” Redaksi hadits seperti ini dipahami secara keliru oleh sebagian orang. Mereka memahami bahwa kurangnya akal di sini adalah kurangnya kecerdasan atau kebengkokan dalam berpikir. Ini jelas keliru. Yang dimaksudkan di sini adalah sifat lupanya kaum wanita lebih banyak daripada lelaki. Hal itu disebabkan karena ada banyak hal yang dialami oleh kaum wanita yang membuatnya mudah lupa, terlebih dalam kehidupan umum, dimana ia tidak bisa seleluasa kaum lelaki.Dalil mengenai hal itu ialah bahwa Nabi ketika ditanya oleh kaum wanita, “Apakah kekurangan akal dan agama kami, wahai Rasulullah?”

Maka beliau menjawab, “Bukankah kesaksian wanita itu adalah separuh dari kesaksian laki-laki?”

Kami menjawab, “Ya benar.”

Nabi bersabda, “Itulah bentuk kekurangan akalnya.”

Nabi bertanya lagi, “Bukankah jika sedang haid, ia tidak mengerjakan shalat dan juga tidak berpuasa?”

Kami menjawab, “Ya benar.”

Nabi menjawab, “Itulah bentuk kekurangan agamanya.”

Dengan demikian, kekurangan yang disebutkan dalam hadits tersebut memiliki makna sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.

Demikian juga halnya dengan kekurangan agamanya. Ia tidak berarti kekurangan mengenai hakikat agamanya, akan tetapi kekurangan itu terdapat pada sebagian dari hal-hal peribadahan.

Sedangkan dalam hal ini ia tidaklah dihukum karena meninggalkannya. Bahkan ia justru diharamkan untuk mengerjakannya. Wanita yang sedang haid diharamkan mengerjakan shalat dan puasa. Jika ketika itu ia mengerjakan shalat dan puasa, tentu ia berdosa, sekalipun ia berkewajiban menqadha’ puasa, namun ia tidak perlu mengqadha’ shalat, sebagai bentuk peringanan terhadapnya dan rukhsah dari Allah .

Akal wanita adalah akal yang harus dihormati. Ada sebagian wanita yang memiliki keistimewaan berupa kecerdasan akal yang lebih hebat dibanding akal kaum laki-laki. Contoh untuk hal ini sangatlah banyak, dan bukanlah di sini tempatnya untuk menyebutkannya.Akan tetapi, bagaimanapun, kecerdasan akal wanita dijadikan oleh Allah dengan garis yang berbeda denga garis kecerdasan laki-laki. Ia merupakan kecerdasan jenis khusus. Oleh karena itu, ia memiliki perhatian-perhatian khusus. Itu merupakan hikmah agung yang hanya diketahui oleh Allah .

Boleh jadi hal itu dijadikan untuk memperkaya kehidupan, sehingga kehidupan ini menjadi lebih bervariasi, dan agar laki-laki tidak berkuasa dengan akalnya saja, akan tetapi perasaan wanita yang menggelora itu juga memberikan makna lain bagi kehidupan.

Adapun jika dasar keyakinan pada diri laki-laki berkenaan dengan akal wanita bukanlah sebagaimana dijelaskan di atas, dan memang ia telah menikahi yang kurang cerdas atau bengkok pikirannya, maka tidak ada alasan baginya untuk menyebutkan hal itu di hadapannya, atau selalu membodoh-bodohkan pendapatnya. Ia pun harus menerima segala kekurangannya, sepanjang ia menjadi istrinya. Adalah tidak adil jika ia menimbangnya dengan sesuatu yang memang tidak dimiliki olehnya.

Yang tak kalah penting lagi adalah pernyertaan istri terkait dengan urusan rumah tangga. Yaitu dalam hal berpikir dan merencanakan suatu hal bersama sang suami, serta bermusyawarah dengannya.Banyak kaum lelaki yang masih berpikiran bahwa “bermusyawarah dengan wanita hanya akan merobohkan rumah tangga.” Bisa jadi hal ini ada benarnya untuk sebagian kaum wanita. Akan tetapi, ada sebagian kaum wanita atau istri yang bila diajak bermusyawarah, maka akal pikiran atau pendapatnya akan bisa memecahkan sekian banyak masalah yang dihadapi….

Rasulullah pun tidak segan untuk meminta pendapat istrinya. Jadi… jangan segan untuk mencontoh Rasulullah dalam masalah ini. Setuju?

Sumber:FAtawa Vol.IV

Taat Dan Cinta Kepada Allah Dan Rasul-Nya

Seorang hamba yang mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, maka hal itu akan menuntut keinginan menaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya.

Allah SWT berfirman, Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu" (QS Ali 'Imran [3]: 31).

Ketahuilah, wahai yang dikasihi Allah, bahwa kecintaan hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Adapun kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah limpahan ampunan-Nya kepadanya.

Ada yang mengatakan, apabila hamba mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, cintanya hanya milik dan kepada Allah. Hal itu menuntut keinginan mentaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, mahabbah ditafsirkan sebagai keinginan untuk taat dan kelaziman mengikuti Rasulullah SAW dalam peribadatannya. Hal itu merupakan dorongan menuju ketaatan kepada-Nya.

Al-Hasan r.a. berkata, "Beberapa kaum berjanji di hadapan Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah, sungguh kami mencintai Tuhan kami.' Maka turunlah ayat di atas."

Basyar al-Hâfî berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Nabi SAW. Beliau bertanya, 'Wahai Basyar, tahukah engkau, dengan apa Allah meninggikanmu diantara kawan-kawanmu?' "Tidak, wahai Rasulullah," jawabku. Beliau bersabda, 'Dengan baktimu kepada orang-orang saleh, nasihatmu kepada saudara-saudaramu, kecintaanmu kepada sahabat-sahabatmu dan pengikut Sunnahku, dan kepatuhanmu kepada Sunnahku.' Selanjutnya Nabi SAW bersabda, 'Barangsiapa yang menghidupkan Sunnahku, dia telah mencintaiku. Dan, barangsiapa yang mencintaiku, pada hari kiamat dia bersamaku di surga.'"

Di dalam hadits masyhur disebutkan bahwa orang yang berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW ketika orang lain berbuat kerusakan dan terjadi pertikaian diantara para penganut mazhab, dia memperoleh pahala dengan seratus pahala syuhada. Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.

Nabi SAW bersabda, "Semua umatku masuk surga kecuali orang yang tidak menginginkannya." "Para sahabat bertanya, "Siapa yang tidak menginginkannya?" Beliau menjawab, "Orang yang mentaatiku masuk surga, sedangkan orang yang durhaka kepada-ku tidak menginginkan masuk surga. Setiap amalan yang tidak berdasarkan Sunnahku adalah kemaksiatan."

Seorang ulama sufi berkata, "Kalau Anda melihat seorang guru sufi terbang di udara, berjalan di atas laut atau memakan api, dan sebagainya, sementara dia meninggalkan perbuatan fardlu atau sunnah secara sengaja, ketahuilah bahwa dia berdusta dalam pengakuannya. Perbuatannya bukanlah karamah. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian."

Al-Junayd r.a. berkata, "Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Allah adalah mengikuti al-Mushthafa SAW".

Ahmad al-Hawari r.a. berkata, "Setiap perbuatan tanpa mengikuti Sunnah adalah batil. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Barangsiapa yang mengabaikan Sunnahku, haram baginya syafaatku." Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.

Ada seorang gila yang tidak meremehkan dirinya. Kemudian, hal itu diberitahukan kepada Ma'ruf al-Karkhi. Dia tersenyum, lalu berkata, "Wahai saudaraku, Allah memiliki para pencinta dari anak-anak, orang dewasa, orang berakal, dan orang gila. Yang ini adalah yang engkau lihat pada orang gila."

Al-Junayd berkata, "Guruku al-Sari r.a. jatuh sakit. Kami tidak tahu obat untuk menyembuhkan penyakitnya dan juga tidak tahu sebab sakitnya. Dokter yang berpengalaman memberikan resep kepada kami. Oleh karena itu, kami menampung air seninya ke dalam sebuah botol. Lalu, dokter itu melihat dan mengamatinya dengan saksama. Kemudian dia berkata, Aku melihat air seni ini seperti air seni seorang pencinta ('âsyiq). 'Aku seperti disambar petir dan jatuh pingsan. Botol itu pun jatuh dari tanganku. Kemudian, aku kembali kepada al-Sari dan mengabarkan hal itu kepadanya. Dia tersenyum dan berkata, 'Allah mematikan apa yang dia lihat.' Aku bertanya, 'Wahai guru, apakah mahabbah itu tampak jelas dalam air seni?' Dia menjawab, 'Benar.'

Al-Fudhayl r.a. berkata, "Apabila ditanyakan kepadamu, apakah engkau mencintai Allah, diamlah. Sebab, jika engkau menjawab 'tidak', engkau menjadi kafir. Sebaliknya, jika engkau menjawab 'ya', berarti sifatmu bukan sifat para pencinta Allah maka waspadalah dalam mencintai dan membenci (sesuatu)."

Sufyân berkata, "Barangsiapa mencintai orang yang mencintai Allah SWT, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa memuliakan orang yang memuliakan Allah SWT, berarti dia memuliakan Allah SWT." Sahl berkata, "Tanda kecintaan kepada Allah adalah kecintaan kepada al-Qur'an. Tanda kecintaan kepada Allah dan al-Qur'an adalah kecintaan kepada Nabi SAW. Tanda kecintaan kepada Nabi SAW. adalah kecintaan kepada Sunnahnya. Tanda kecintaan kepada Sunnahnya adalah kecintaan kepada akhirat. Tanda kecintaan kepada akhirat adalah membenci keduniaan. Tanda kebencian kepada keduniaan adalah tidak mengambilnya kecuali sebagai bekal dan perantara menuju akhirat."

Abu al-Hasan al-Zanjânî berkata, "Pokok ibadah itu adalah tiga anggota badan, yaitu telinga, hati, dan lidah. Telinga untuk mengambil pelajaran, hati untuk bertafakur, sedangkan lidah untuk berkata benar, bertasbih, dan berzikir. Sebagaimana Allah SWT berfirman, "Berzikirlah kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang". (QS. al-Ahzab [33]: 41-42).

Abdullah dan Ahmad bin Harb berada di suatu tempat. Lalu, Ahmad bin Harb memotong sehelai daun rumput. Kemudian, Abdullah berkata kepadanya, "Engkau mengambil lima hal yang melalaikan kalbumu dari bertasbih kepada Maulamu. Engkau membiasakan dirimu sibuk dengan selain zikir kepada Allah SWT. Engkau jadikan hal itu sebagai jalan yang diikuti orang lain, dan engkau mencegahnya dari bertasbih kepada Tuhannya. Engkau bebankan kepada dirimu hujjah Allah 'Azza wa jalla pada hari kiamat." Demikian dikutip dari Rawnaq al-Majâlis.

Al-Sari r.a. berkata, "Aku bersama al-Jurjânî melihat tepung. Lalu, al-Jurjânî menelannya. Aku tanyakan hal itu kepadanya, 'Mengapa engkau tidak memakan makanan yang lain?' Dia menjawab, 'Aku hitung di antara mengunyah dan menelan itu ada tujuh puluh kali tasbih. Karena itu, aku tidak pernah lagi memakan roti sejak empat puluh tahun yang lalu.

Sahl bin Abdullah makan setiap lima belas hari sekali. Ketika memasuki bulan Ramadlan, dia tidak makan kecuali sekali saja. Sekali-sekali dia menahan lapar hingga tujuh puluh hari. Apabila makan, badannya menjadi lemah. Namun jika lapar, badannya menjadi kuat. Dia beriktikaf di Masjidil Haram selama tiga puluh tahun tanpa terlihat makan dan minum. Dia tidak melewatkan sesaat pun dari berzikir kepada Allah.

'Umar bin 'Ubayd tidak pernah keluar dari rumahnya kecuali karena tiga hal, yaitu shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, dan melayat orang yang meninggal. Dia berkata, "Aku melihat orang-orang mencuri dan merampok. Umur adalah mutiara indah yang tidak ternilai maka hendaklah umur itu disimpan dalam lemari yang abadi di akhirat.

Ketahuilah bahwa pencari akhirat harus melakukan kezuhudan dalam kehidupan dunia agar cita-citanya hanya satu dan batinnya tidak terpisah dari lahirnya. Tidak mungkin menjaga keadaan itu kecuali dengan penguasaan lahir dan batin."

Ibrahim bin al-Hakim berkata, "Apabila hendak tidur, bapakku sering menceburkan diri ke laut, lalu bertasbih. Ikan-ikan hiu pun berkumpul dan ikut bertasbih bersamanya."

Wahab bin Munabbih berdoa kepada Allah agar dihilangkan rasa kantuk pada malam hari. Karena itu, dia tidak pernah tidur selama empat puluh tahun. Hasan al-Hallaj mengikat kakinya dari mata kaki hingga lutut dengan tiga belas ikatan. Dia menunaikan shalat dalam keadaan seperti itu sebanyak seribu rakaat dalam sehari semalam.

AI-Junayd pernah pergi ke pasar dan membuka tokonya. Dia masuk, menurunkan tirai, menunaikan shalat empat ratus rakaat, kemudian pulang. Selama empat puluh tahun Habsyi' bin Dawud menunaikan shalat dluha dengan wudlu untuk shalat 'isya maka hendaklah orang-orang Mukmin selalu dalam keadaan suci. Setiap kali berhadas, bersegeralah bersuci, shalat dua rakaat, dan berusaha menghadap kiblat dalam setiap duduknya. Hendaklah dia membayangkan bahwa dirinya sedang duduk di hadapan Nabi SAW, menurut kadar kehadiran dan pengawasan batinnya. Dengan demikian, dia terbiasa tenang dalam segala perbuatan. Dia rela menanggung penderitaan, tidak melakukan sesuatu yang menyakiti (orang lain), dan memohon ampunan dari setiap hal yang menyakitkan. Dia tidak membanggakan diri dan perbuatannya, karena bangga diri ('ujb) termasuk sifat-sifat setan. Pandanglah diri dengan mata kehinaan dan pandanglah orang-orang saleh dengan mata kemuliaan dan keagungan. Barangsiapa yang tidak mengenal kemuliaan orang-orang saleh, Allah mengharamkannya bergaul dengan mereka. Dan barangsiapa yang tidak mengenal mulianya ketaatan, dicabutlah manisnya ketaatan itu dari kalbunya.

Al-Fudhayl bin 'Iyadh ditanya, "Wahai Abu' Al-Fudhayl, kapan seseorang bisa dikatakan orang saleh?" Dia menjawab, "Apabila ada kesetiaan dalam niatnya, ada ketakutan dalam kalbunya, ada kebenaran pada lidahnya, dan ada amal saleh pada anggota tubuhnya."

Allah Swt. berfirman ketika Nabi Saw. melakukan mikraj, "Wahai Ahmad, jika engkau ingin menjadi orang yang paling wara, berlaku zuhudlah di dunia dan cintailah akhirat, "Nabi Saw. bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku berlaku zuhud di dunia?" Allah menjawab, " Ambillah dari keduniaan itu sekadar memenuhi keperluan makan, minum, dan pakaian. Janganlah menyimpannya untuk hari esok dan biasakanlah berzikir kepada-Ku." Nabi SAW bertanya lagi, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku membiasakan berzikir kepada-Mu?" Allah menjawab, "Dengan mengasingkan diri dari manusia. Gantilah tidurmu dengan shalat dan makanmu dengan lapar."

Nabi SAW bersabda, "Kezuhudan di dunia dapat menenangkan hati dan badan. Kecintaan kepadanya dapat memperbanyak tekad kuat dan kesedihan. Kecintaan kepada keduniaan merupakan induk setiap kesalahan, dan kezuhudan dari keduniaan merupakan induk setiap kebaikan dan ketaatan."

Seorang saleh melewati sekelompok orang. Tiba-tiba dia mendengar seorang dokter sedang menerangkan tentang penyakit dan obat-obatan. Dia bertanya, "Wahai penyembuh penyakit tubuh, dapatkah engkau mengobati penyakit hati?" Dokter itu menjawab, "Ya, sebutkan penyakitnya." Orang saleh itu berkata, "Dosa telah menghitamkannya sehingga menjadi keras dan kering. Apakah engkau dapat mengobatinya?" Dokter menjawab, "Obatnya adalah ketundukan, permohonan yang sungguh-sungguh, istigfar di tengah malam dan siang hari, bersegera menuju ketaatan kepada Zat Yang Mahamulia dan Maha Pemberi ampunan, dan permohonan maaf kepada Raja Yang Mahakuasa. Inilah obat penyakit hati dan penyembuhan dari Zat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib." Lalu, orang saleh itu menjerit dan berlalu sambil menangis. Dia berkata, "Dokter yang baik, engkau telah mengobati penyakit hatiku." Dokter itu berkata, "Ini adalah penyembuhan penyakit hati orang yang bertaubat dan mengembalikan kalbunya kepada Zat Yang Mahabenar dan Maha Menerima taubat".

Dikisahkan bahwa seseorang membeli seorang budak. Lalu budak itu berkata, "Wahai tuanku, aku ingin mengajukan tiga syarat kepada Anda. Pertama, Anda tidak menghalangiku untuk menunaikan shalat wajib apabila tiba waktunya. Kedua, Anda boleh memerintahku sesuka Anda pada siang hari, namun tidak menyuruhku pada malam hari. Ketiga, Anda memberikan kepadaku sebuah kamar di rumah Anda yang tidak boleh dimasuki orang lain." Pembeli budak itu berkata, "Aku akan memenuhi syarat-syarat itu."

Selanjutnya dia berkata, "Lihatlah kamar-kamar itu." Budak itu pun berkeliling dan menemukan sebuah kamar yang sudah rusak, lalu berkata, "Aku mengambil kamar ini." Pembeli budak itu bertanya, "Wahai budak, mengapa engkau memilih kamar yang rusak?" Budak itu menjawab, "Wahai tuanku, tidakkah Anda tahu bahwa yang rusak itu di sisi Allah merupakan taman."

Budak itu melayani tuannya pada siang dan malamnya dia beribadah kepada Tuhannya. Hingga pada suatu malam, tuannya berkeliling di sekitar rumahnya, lalu sampai dikamar budak itu. Tiba-tiba dia melihat kamar itu bercahaya, sementara budak itu sedang bersujud dan di atas kepalanya ada pelita dari cahaya yang tergantung di antara langit dan bumi. Budak itu bermunajat dan merendahkan diri (kepada Allah): Dia berdoa, "Ya Allah, aku memenuhi hak tuanku dan melayaninya pada siang hari. Kalau tidak begitu, niscaya aku tidak akan melewatkan siang dan malamku selain untuk berkhidmat kepada-Mu maka ampunilah aku, wahai Tuhanku."

Tuannya menyaksikan hal itu hingga tiba waktu subuh. Pelita itu menghilang dan atap kamar itu pun menutup kembali. Lalu, dia kembali dan memberitahukan hal itu kepada istrinya. Ketika malam kedua tiba, dia mengajak istrinya dan mendatangi pintu kamar itu. Tiba-tiba mereka menemukan budak itu sedang bersujud dan ada pelita di atas kepalanya. Mereka pun berdiri di depan pintu kamar sambil memandangi budak itu dan menangis hingga tiba waktu subuh. Lalu, mereka memanggil budak itu dan berkata, "Engkau aku merdekakan karena Allah SWT sehingga engkau dapat mengisi siang dan malammu dengan beribadah kepada Zat yang engkau mohonkan maaf-Nya."

Kemudian, budak itu menadahkan tangannya ke langit dan berkata,

Wahai Pemilik segala rahasia
kini rahasia itu telah tampak
hidup ini tak lagi kuinginkan
setelah rahasia itu tersebar.

Lalu dia berdoa, "Ya Allah, aku memohon kematian kepada-Mu." Budak itu pun tersungkur dan lalu meninggal. Demikianlah keadaan orang-orang saleh, serta para pencinta dan pendamba.

Dalam Zahr al-Riyadh disebutkan bahwa Musa a.s. punya seorang karib yang sangat dekat. Pada suatu hari, karibnya berkata, "Wahai Musa, berdoalah kepada Allah agar aku dapat mengenal-Nya dengan makrifat yang sebenar-benarnya."

Musa a.s. berdoa, dan doanya dikabulkan. Kemudian, karibnya pergi ke puncak gunung bersama binatang-binatang buas. Musa pun kehilangan dia maka Musa berdoa, "Wahai Tuhanku, aku kehilangan saudara dan karibku." Tiba-tiba ada jawaban, "Wahai Musa, orang yang mengenal-Ku dengan makrifat yang sebenar-benarnya tidak bergaul dengan makhluk untuk selama-lamanya."

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Yahya a.s. dan Isa a.s. sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba seorang perempuan menabrak mereka. Yahya a.s. berkata, "Demi Allah, aku tidak merasakannya."

Lalu Isa a.s. bertanya, "Mahasuci Allah, badanmu ada bersamaku. tetapi kalbumu ada di mana!" Yahya a.s. menjawab, "Wahai anak bibiku, kalau kalbu merasa tenteram kepada selain Allah sekejap mata pun, niscaya engkau mengira aku tidak mengenal Allah."

Seorang ulama berkata, "Makrifat yang benar adalah menceraikan dunia dan akhirat, dan menyendiri untuk Maula. Dia mabuk karena tegukan mahabbah. Karena itu, dia tidak sadar kecuali ketika melihat Allah. Dia berada di atas cahaya dari Tuhannya."

Konsep Ekonomi Islam

Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Perilaku mereka yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari'ah) harus diawasi oleh masyarakat secar keseluruhan, berdasarkan aturan Islam.
Penjelasan Yang kami maksud dengan istilah ini adalah perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat.

Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini. Berlakunya aturan-aturan ini membentuk lingkungan di mana para individu melakukan kegiatan ekonomik mereka. Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia. Di sini hanya akan meneliti beberapa aturan "permainan" ekonomi Islam itu tanpa mendalami berbagai implikasi yang timbul daripadanya, karena (hal itu) berada di luar cakupan uraian ini.
1. Alam semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi diantara makhluk-makhluk yang telah dicipta-Nya, dan segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit ditempatkan di bawah perintah manusia. Dia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya ini sebagai khalîfah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan (khilâfah) ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah ini.
2. Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu-individu lainnya. Dia telah menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap manusia; penampilan (perilaku) mereka yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari'ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan, berdasarkan aturan Islam hak-hak yang diterima oleh manusia dari Allah dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan sosial merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap umat Muslim.
3. Semua manusia tergantung pada Allah. Semakin ketat ketergantungan manusia kepada Allah maka dia semakin dicintai-Nya. Setiap orang secara pribadi bertanggung jawab atas pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi; individu ini pada akhirnya bertanggung jawab atas setiap kegagalan usaha masyarakat dalam bekerjasama dan melakukan kerja kolektif .
4. Status khalîfah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah) dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian ini tidak berarti (bahwa Islam) memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjanya dalam kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya kadang-kadang saja bahwa pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan (pada saat lain) menjadi pekerja. Pada saat lain situasinya bisa berbalik dan mantan majikan bisa menjadi majikan, dan sebagainya; dan hal serupa juga bisa diterapkan terhadap budak dan majikan.
5. Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Tidak ada pembedaan bisa diterapkan atau dituntut berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial. Berdasarkan hal inilah beberapa perbedaan muncul antara orang-orang dewasa, di satu pihak, dan orang jompo atau remaja, di pihak lain, atau antara laki-laki dan perempuan. Kapan saja ada perbedaan-perbedaan seperti ini, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta keseimbangan.
Islam tidak mengakui adanya kelas-kelas sosio-ekonomik sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip persamaan maupun dengan prinsip persaudaraan (ukhuwwah). Kekuatan ekonomik dibedakan dengan kekuatan sosio-politik, antara lain, karena adanya fakta bahwa tujuan-tujuan besar dan banyak rinciannya ditekankan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan karena dilestarikannya metode-metode yang digunakan oleh umat Muslim untuk menetapkan hukum mengenai hal-hal rinci yang tidak ditentukan sebelumnya.
6. Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Dalam kepustakaan Islam modern orang bisa menemukan banyak uraian rinci mengenai hal ini. Al-Qur'an mengemukakan kepada Nabi dengan mengatakan: "... dan katakanlah (Muhammad kepada umat Muslim): Bekerjalah." Nabi juga diriwayatkan telah melarang pengemisan kecuali dalam keadaan kelaparan. Ibadat yang paling baik adalah bekerja, dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban. Kewajiban masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja secara manual dipuji dan Nabi SAW diriwayatkan pernah mencium tangan orang yang bekerja itu. Monastisisme dan asketisisme dilarang; Nabi SAW diriwayatkan pernah bersabda bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan keperluan-keperluan lain untuk dirinya (dan keluarganya) lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat tanpa mencoba berusaha mendapatkan penghasilan untuk menghidupinya sendiri. Sebagai konsekuensinya, menjadi imam shalat dan berkhutbah dalam Islam merupakan pekerjaan sukarela yang tidak perlu dibayar. Nabi SAW pernah memohon kepada Allah SWT untuk berlindung diri agar beliau, antara lain, tidak terjangkit penyakit lemah dan malas.
7. Kehidupan adalah proses dinamik menuju peningkatan. Ajaran-ajaran Islam memandang kehidupan manusia di dunia ini sebagai pacuan dengan waktu. Umur manusia sangat terbatas dan banyak sekali peningkatan yang harus dicapai dalam rentang waktu yang sangat terbatas ini. Kebaikan dan kesempurnaan sendiri merupakan tujuan-tujuan dalam proses ini. Nabi SAW diceritakan pernah menyuruh seorang penggali liang kubur untuk memperbaiki lubang yang dangkal di suatu kuburan meskipun hanya permukaannya saja. Beliau menetapkan aturan bahwa "Allah menyukai orang yang, bila dia melakukan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik."
8. Jangan membikin madarat (kesulitan) dan jangan ada madarat" adalah frasa yang senantiasa diucapkan oleh Nabi SAW. Frasa ini berarti "madarat yang direncanakan secara sadar dan dilakukan oleh seseorang untuk menyakiti, dan juga yang dilakukan sekedar untuk melukai. Fakta mengenai madarat yang menyakitkan seseorang perlu mendapatkan perhatian, baik yang disengaja oleh pelakunya untuk maksud tersebut maupun yang tidak dimaksudkan untuk tujuan tersebut. Madarat harus dilenyapkan tanpa mempertimbangkan niat yang melatarbelakanginya. Namun kita harus cukup realistik dalam mengamati bahwa menghilangkan "madarat" sama sekali dari kehidupan manusia adalah tidak mungkin. Madarat itu sendiri selalu tidak diharapkan. Namun bila hal itu merupakan syarat yang tidak dapat dielakkan adanya, maka ia bisa dibenarkan."
9. Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan. Pelaksanaan kebaikan ini diawasi oleh lembaga-lembaga sosial yang pada akhirnya mewajibkannya dengan kekuatan hukum. Menurut Islam tidak cukup bila hanya mempercayakan kepada niat baik seseorang untuk melakukan, katakanlah, perbuatan-perbuatan santun (memberikan sadaqah). Sebaliknya, sebagian besar dari apa yang disebut santunan sukarela dalam masyarakat non-Muslim harus didukung oleh hukum dalam masyarakat Muslim. Setiap Muslim dihimbau oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal salih. Mematuhi ajaran-ajaran Islam dalam semua aspeknya, oleh Islam dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan ridla Allah.
Ada beberapa prinsip yang melandasi fungsi-fungsi pasar dalam masyarakat Muslim. Semua harga, baik yang terkait dengan faktor-faktor produksi maupun produknya sendiri bersumber pada mekanisme ini, dan karena itu diakui sebagai harga-harga yang adil atau wajar. Barangkali hal ini tidak sejalan dengan konsep "harga yang adil" menurut Siddîqî yang didasarkan atas ongkos produksi. Karena itu dalam kajian ini lebih baik digunakan istilah "harga yang sesuai," bukan "harga yang adil." Sebagai konsekuensinya, istilah yang kami gunakan ini lebih sesuai dengan berbagai tradisi dalam Hukum (Fiqh) Islam dan dapat mengekspresikan isi konseptual istilah tersebut secara lebih memuaskan. Pembahasan rinci mengenai "teori harga yang sesuai" dapat dibaca dalam, "The Economic Views of Ibn Taimiyyah."
Komentar yang kedua mengenai analisis terdahulu ialah bahwa mekanisme pasar dalam masyarakat Muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur atomistik. Memang Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara para penawar dan peminta, tetapi ia tidak mengesampingkan kemungkinan adanya akumulasi atau konsentrasi produksi selama tidak ada cara-cara yang tidak jujur digunakan dalam proses tersebut, dan kedua hal tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama. Namun dalam prakteknya, adanya akumulasi dan atau konsentrasi harta itu bisa mengundang campur tangan pemerintah. Campur tangan ini bisa berbentuk pengambilalihan produksi yang dimonopoli (oleh perorangan atau perusahaan tertentu) atau pengawasan dan penetapan harga oleh pemerintah.
Yang ketiga dan terakhir adalah mengenai teori nilai. Dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat normatif suatu mata dagangan dan nilai ekonomiknya. Dengan perkataan lain, semua yang dilarang digunakan tidak memiliki nilai ekonomik. Tentu saja karena minuman keras tidak bernilai sama sekali dalam masyarakat Muslim, maka semua penawaran yang ada harus dianggap tidak ada dan setiap usaha untuk memproduksi dan mendistribusikannya sama sekali dianggap sebagai pemborosan dalam pengertian ekonomik.