Menanamkan Nilai-Nilai Puasa pada Anak

ADA anak bertanya pada bapaknya. Buat apa berlapar-lapar puasa. Ada anak bertanya pada bapaknya. Tadarus tarawih apalah gunanya. Puasa mengajarmu rendah hati selalu. Tadarus artinya memahami kitab suci. Tarawih mendekatkan diri pada Illahi.

Sepenggal puisi karya Taufik Ismail dan didendangkan oleh Bimbo ini populer sekali ketika

suasana religius meliputi masyarakat saat memasuki bulan suci Ramadan.Puisi yang sarat makna ini ditulis pada era sekitar tahun 1970-an, Syam Bimbo pernah berucap bahwa kita sebagai umat Islam selayaknya memiliki lagu-lagu yang religius, seperti umat Nasrani punya banyak lagu yang selalu diputar saat-saat hari besar agama mereka. Tujuannya adalah agar suasana religius menyelimuti umat ketika lagu-lagu ini bergema dimana-mana dan pada gilirannya mampu menumbuhkan rasa keagamaan dan sekaligus mendekatkan diri pada sang Khaliq untuk beribadah kepada-Nya.

Pada baris pertama puisi di atas dimulai dengan pertanyaan dari seorang anak yang minta penjelasan kepada orang tuanya perihal mengapa kita berpuasa dan untuk apa hal itu dilakukan. Toh hanya akan menderita lapar yang terasa perih di perut karena saatnya kita makan harus ditahan sampai maghrib tiba.

Seorang anak cenderung polos dan ingin serba tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakannya. Muatan pendidikan terdapat dalam baris yang menjadi jawabannya yakni supaya kita mempunyai sifat tawadlu atau rendah hati, dan sifat-sifat mulia lainnya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa sesungguhnya cukup banyak jika dijelaskan, bahwa seseorang bisa saja berbohong mengatakan berpuasa, padahal baru saja selesai makan atau minum. Seseorang dituntut untuk jujur dan sportif bahwa dia sebenarnya telah berbohong habis makan dan tidak ada seorang pun yang tahu akan hal itu. Lebih-lebih di saat ini banyak terjadi di sekitar kita dalam mencapai tujuan yang menjadi target hidup, seseorang sering mengorbankan sifat yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW ini yakni kejujuran.

Beliau sendiri sangat dikenal sebagai orang yang sangat jujur dan ini diakui oleh kawan maupun lawan. Rasulullah pernah didatangi seseorang yang meminta diajarkan tentang Islam. Rasul hanya mengatakan, bahwa tidak boleh berbohong. Orang ini memandang mudah karena hanya soal sederhana saja. Tetapi kenyataannya malah sebaliknya, karena ia terbiasa berbuat maksiat. Ketika ditanya oleh rasul ia tidak dapat mengelak bahwa dia telah melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama dan akhirnya dia bertobat tidak berani berbohong. Bahwa diriwayatkan akhirnya orang ini menjadi salah satu sahabat nabi baik.

Demikian juga jika kita membaca kisah kehidupan para sahabat, aulia, ulama, yang mencuat adalah kejujurannya yang patut dijadikan teladan. Syekh Abdulqadir Jaelani adalah sufi besar yang teruji akhlaknya, seorang yang jujur, rendah hati, ahli ibadah, cinta kepada ilmu, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Kesalehan beliau dikenang oleh umat sepanjang masa dan menjadi sumber rujukan untuk meneladani kehidupannya. Diceritakan ketika kecil beliau pernah dirampok saat pergi untuk menuntut ilmu dan secara jujur beliau menyatakan membawa banyak uang di bajunya. Perampok tertegun melihat kejujuran seorang anak kecil, bahwa mereka akhirnya bertobat untuk mengikuti kehidupan Syek Abdulqadir Jaelani.

Kejujuran pada saat sekarang sudah menjadi barang mewah yang mahal dan langka. Dan masyarakat yang mengorbankan salah satu sifat mulia ini lambat laun akan menemui kehancuran sebab sudah dipenuhi kebohongan. Pada umumnya kebohongan akan terus menerus ditutupi dengan kebohongan-kebohongan berikutnya supaya sulit terungkap. Maka selanjutnya yang muncul adalah ketidak percayaan di antara warga masyarakat itu sendiri, karena saling mengedepankan prinsip ketidakjujuran.

Futurolog terkenal Fukuyama dalam bukunya Trust mengatakan, bahwa masyarakat yang begini sudah masuk pada kategori Zero trust society atau distrust society yang pada gilirannya jika tidak ada perubahan akan terjadi bunuh diri massal atau tertimpa kehancuran peradabannya. Dan betul kata penyair Syauqi Bey bahwa umat akan tegak jika tetap menjaga nilai-nilai kemuliaan akhlaknya dan akan runtuh manakala mencampakkannya. Maka sudah saatnya melalui ibadah puasa ini kita mengutamakan nilai-nilai luhur dan mulia yang wajib kita tanamkan kepada anak-anak kita supaya mereka tidak terseret pada perilaku dan budaya yang merusak peradaban manusia ini. Jika puasa manakala tidak terpengaruh secara signifikan kepada perilaku kita sehari-hari untuk menjadi lebih baik, maka benarlah kata nabi bahwa yang diperoleh dari puasa hanyalah lapar dan dahaga saja. Wallahu a’lam Bissawab.

Tidak ada komentar: